“Jadi mahasiswa itu harus berani !!”
“Jadi mahasiswa itu harus kritis !!!”
Petikan pertama sering keluar dari
perkataan seorang dosen, sedangkan yang kedua biasanya seorang aktivis senior. Kalau
kita gabungkan dua kalimat perintah di atas, maka yang muncul adalah bahwa
menjadi mahasiswa harus berani dan kritis. Dosen mengharapkan mahasiswanya
untuk tidak hanya berpangku padanya, tetapi harus berani berpikir out of the box , alias jangan terlalu
bergantung pada apa yang disampaikan dosennya. Pun dengan kritis, mahasiswa
kudu punya kemampuan berpikir untuk menyerap berbagai macam argument,
membandingkannya, mengolahnya menjadi sebuah pendapat. Tentu dengan
pertimbangan dasar yang kuat dan realistis. Ketika benar perintah itu
teraplikasikan oleh mahasiswa, apa yang terjadi ?
Penulis sendiri di kelas, entah
ngeyel, kritis atau ada sebutan lain untuk orang seperti aku. Aku sama sekali
tidak bisa mendiamkan dosen yang menurutku “aneh” dan aku didukung oleh
keberanianku untuk ngomong langsung. Sekedar info, ngeyel sama kritis itu rada-rada mirip sebenarnya, Cuma untuk
kata ngeyel sedikit memiliki stigma negatif. Tapi aku gak ngeyelan kok, kata
temen-temenku juga aku ini kritis. Hehehehe.
Heran, itu yang aku rasa. Padahal menyuruh
sendiri untuk berani dan kritis. Tetapi ketika aku melakukannya, justru yang
ada sikap enggan yang aku dapatkan dari dosen. Okelah Pak PR 2 semester lalu
memberiku nilai A, tapi cara dia yang mengataiku mahasiswa sok di depan kelas, benar-benar sukses membuatku bertanya-tanya. Tuink tuink (kira-kira begitu bunyi
kebingunganku ). Dosen lain, jelas terlihat dari cara memandang saja sudah
bikin aku mual. Pandangannya itu seakan berkata, “mahasiswa asu !” atau aku cuma
suudzon saja kali ya, jangan-jangan
yang ada di pikiran mereka adalah, “aduh gawat !!! ada mahasiswa ini, jangan
sampai ngobrol….. jangan sampai ngobrol” yaAllah, untuk menghindari aku bersuudzon berikan aku kekuatan untuk
mendengar kata hati yaAllah, Amiiieen. ^_^. Dari segi nilai juga nyebelin, masa
dikasih C ? SIAALANNNN !!!!! Alih-alih menjadi segan, dosen menjadi enggan
untuk berinteraksi dengan mahasiswa yang berani plus kritis. Entah itu atas
dasar malu, memang malas atau menghindar.
Sama yang terjadi di kampus, apa
yang terjadi di lingkungan bertetangga juga aku alami. Profesi orang itu juga
dosen, tapi di fakultas lain. Dia tetanggaku disini, sering menjadi imam di
masjid, kebetulan aku yang suka adzan, puji-pujian dan iqomat. Menurutnya, aku iqomatnya
harus nunggu jamaah lengkap (hadir semua). Masalahnya adalah, sampai jam berapa
?-dia hanya datang ke masjid di waktu Maghrib sama Subuh. Jika jam sudah jam
setengah tujuh, jamaah yang datang baru lima apa tetap terus menunggu ? lagian
acuan jamaah lengkap itu seperti apa juga kabur. Aku malah sampai puny ide bikin
daftar hadir jamaah, kalau sudah lengkap tanda tangannya baru aku iqomat. Hehehehe. Aku langgar
perintahnya, aku tetap memulai shalat jamaah walaupun jamaah belum ramai,
apalagi jika masjid lain sudah berhenti puji-pujian. Berubah, dia menjadi
sangat enggan untuk berinteraksi denganku, sangat enggan. Padahal bapak-bapak
lain asik asik aja kalau lagi sama aku.
Teman-teman, kadang kita sering dihadapkan pada suatu
masalah yang menjadikan kita serba salah. Jika sedang mengalami yang seperti
itu, saranku Cuma satu, percayai kata hatimu. Karena toh salah di mata satu
orang, tapi ternyata benar di mata banyak orang. Kembali lagi aku mengingatkan
diriku sendiri juga teman sekalian, terkadang apa yang kita ucapkan sekarang
kedepannya malah menyulitkan kita. So, timang-timang
dulu sebelum berkata, apakah kita akan fun-fun saja dengan konsekuensi omongan
kita, atau akan membuat jiwa kita susah. Berhati-hatilah dalam berucap. Bagi teman-teman
yang pernah, bahkan sering tersakiti oleh ucapanku, aku mohon maaf. Maaf ………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D