Dalam
menjalin hubungan, baik aku maupun Dini benar-benar bisa menutup rapat dari
siapapun. Hemmm, sampai akhirnya Laila (adiknya Dini) paham sendiri sih, ngga
tahu paham sendiri atau dikasih tahu Dini. Banyak teman-temanku baru tahu kalo
aku “pacaran” sama Dini setelah pada lulus kuliah. Kecuali Zianur, Tari dan
Khasanah yang akhirnya dengan terpaksa aku ceritain apa adanya. Daripada ribut
tersebar luas kemana-mana dengan versi mereka sendiri. Mereka bertigapun tahu
itu semua ketika sudah semester 7.
Dengan pacarannya aku sama Dini,
berarti secara otomatis pula aku semakin jauh dari teman dekatku, Zianur.
Benar-benar jauh. Karena Dini sudah benar-benar takes over segala
sesuatu yang berhubungan dengan perasaan. Kita jadi selalu berdua ketika makan
di kantin, nonton film di bioskop berdua (sempat bertiga sih sama Laila),
ngerjain makalah berdua (meskipun sebenarnya aku Hanya ngerusuhi) sampai lebih
seringnya kita menghabiskan waktu hanya untuk sekedar ngobrol. Lebih sering
lagi kita pergi berdua untuk sekedar membunuh waktu.
Pada tahap ini, Dini mulai benar-benar
aku anggap sebagai kekasih. Dia makan dengan sendok yang sama denganku,
minum dari gelas yang sama denganku. Dia tidak malu lagi menangis di depanku.
Dia dengan mudahnya menaruh kepalanya di pundakku ketika sedang berdua. Dia
yang ngga malu menyuapi aku puding di taman kampus meskipun sedang ada banyak mahasiswa
tengah berkumpul.
Aku
menikmati posisiku, meskipun aku harus selalu “sadar diri” dan mulai sering
bertanya-tanya, apakah benar Dini juga cinta aku? Pertanyaan yang sampai sekarang
masih sering aku pertanyakan. Kenapa aku bisa bertanya-tanya seperti itu?
Karena dia sudah mempunyai Aku dan (tentu saja) Qubil, tapi dia masih suka
galau karena Anto dan pacarnya sebelum Qubil yaitu Sulis. Ketika dia cerita
tentang Qubil saja aku pengen marah, coba bayangkan gimana perasaanku ketika
harus dengar dia cerita tentang Anto? Tapi saat itu aku hanya menanggapinya
secara santai. Aku juga sudah terbiasa menahan api cemburu setiap Qubil telfon
dan posisi kita sedang berduaan.
“sssttt....jangan
ngomong dulu ya, Qubil telfon....” hahaha, ya, khas sekali.
Jujur, Aku selalu menikmati
waktu-waktu berbincang dengan Dini, entah via telfon, sms-sms yang aku simpan
ataupun bertemu langsung. Aku selalu menikmati genggaman tangannya, menikmati
sikapnya yang manja. Menikmati setiap pelukannya. Lebih dari itu semua, aku
nyaman berada dekat dia dan diapun pernah mengucapkan kata-kata yang bikin aku
selalu berharap kalo aku akan jadi one of a kind, “Aku lebih nyaman ketika
bareng kamu daripada ketika bareng Qubil.” Entah benar atau tidak, kata Dini,
ketika lagi jalan sama Qubil mereka selalu bertengkar hanya gara-gara masalah
sepele. Entah sadar atau tidak dia berkata nyaman, secara setiap dia pergi
bareng aku, tangannya tidak pernah lepas menggenggam hape.
***
Suatu sore pada bulan puasa, Dini main
ke tempatku. Sore yang menjadi salah satu waktu yang tidak aku senangi. Dia
waktu itu benar-benar tidak menganggap dan tidak menghargai aku ... hemmm entah
dia anggap aku apa, dia berturut-turut cerita Qubil lalu cerita Anto !! yang
buat aku kesel, Dini cerita bukan cerita biasa. Tapi kegalauannya tentang dua
cowok itu. Nah, sore itu di selasar masjid al-Ikhlas terjadilah percakapan ini.
Sebuah percakapan yang berujung pada jauh-jauhan edisi kedua;
“Aku boleh ngomong sesuatu ngga?”
kataku.
“apa?”
“tapi kamu harus siap, soalnya aku mau
ngomong hal yang menyakitkan.”
“Iya ngomong aja ngga papa...” kata
dia. Aku tatap wajahnya dalam-dalam..
“kamu itu,,, seperti nggak mau rugi.”
“ngga mau rugi gimana?” tanya Dini
“ya,
kamu sama aku, pacaran sama Qubil juga. Tapi kamu ngga mau melepaskan Anto gitu
aja. Itu kan artinya kamu ngga mau rugi, kamu seperti mau semuanya. Belum lagi
mas mantanmu yang satu itu.”
Dini
hanya diam. Dulu aku memang ngga tahu siapa nama mantannya itu. Dia Hanya
selalu bilang mas mantan. Aku baru tahu namanya Sulis kemarin. Kembali ke sore
itu. Aku antar dia nunggu bis Damri. Setelah dia naik bis, hape ku bergetar.
Sms dari dia;
“JLEBBBBBB.” Mungkin maksudnya,
kata-kataku tadi menusuk. Jleb rasanya gitu.
Ada 4 kali kita jadi jauhan dan
semuanya terjadi ketika liburan semester. Intinya, setiap liburan semester Dini
pasti ngejauhin aku dengan segala alasannya. Pernah suatu saat dia curhat
perihal mamahnya yang ngga suka dia akrab sama aku. Alasannya, mamah ngga suka
anak perempuannya yang sudah punya pacar jalan sama cowok lain. Mamah ngga enak
sama tetangga katanya. Tidak berhenti sampai situ, dia tambahi,
“Baru
lihat kita pergi berdua aja mamah udah begitu. Gimana kalo mamah tahu yang
sebenarnya terjadi. Gimana kalo mamah tahu apa yang sering kita lakukan selama
ini? Aku merasa berdosa sama mamah.”
Oke,
aku turuti, hasilnya kita jauhan lagi. Tapi, ketika kuliah kembali berangkat.
Kita kembali bertemu di kampus, kita kembali jadi akrab. Pernah juga dia pake
alasan Qubil tahu hubungannya sama aku. Kata Dini, si Qubil punya mata-mata di
kampus. Waktu itu juga aku turuti, kita jauhan.
Hubunganku sama Dini memang begitu.
Akrab, jauhan, akrab, jauhan. Sampai sekarang, Jalan gitu aja. Kadang
menyenangkan, kadang hambar dan seringnya...... menyakitkan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D