Alhamdulillah, ini adalah part 2 dari cerita bersambung Mental Disorder, semoga bisa menikmati ya. Kalo belum baca yang part 1, bisa dibaca di klik Mental Disorder: Part 1. Happy reading, all ^-^
***
PART 2: Pertemuan
Bertahun-tahun
aku terbiasa hidup sendiri, melakukan apapun sendiri. Sampai ketika mendaftar
kuliahpun aku lakukan sendiri setelah jenjang SD, SMP, SMA selalu diantar ayah.
Ya, dulu ayah adalah satu-satunya orang yang selalu percaya bahwa suatu hari
aku akan benar-benar menjadi seorang Ali yang tinggi. Ali yang bijaksana. Ali
yang bermartabat, Ali yang berwibawa. Namun, perlahan keyakinan itu nampaknya mulai
luntur seiring berjalannya waktu.
Kalian
tahu musuh Spiderman 2 versinya Andrew Garfield? Nah, kondisiku persis seperti
tokoh yang jadi Electro. Jelek, sendiri dan sebagus apapun kerjanya tetap tidak
akan dianggap. Cuma, aku tidak selebay electro sih. Kesendirian ini berlangsung
begitu lama membuatku tidak terlalu memahami apa itu artinya diterima,
disayangi dan dicintai. Tidak, aku sama sekali tidak bisa memahami itu semua. Sampai
suatu sore di sebuah toko buku terbesar di kota ini.
“Hei .... “
Terdengar seperti suara wanita menyapaku, tapi
aku tak menganggap suara sapaan itu untukku. Sudah terlalu lama tidak ada suara
cewek yang memanggilku.
“Kamu.... Ali, kan?”
Aku toleh, lihat wajahnya. Lalu mengernyitkan
dahi,
“Siapa?” tanyaku.
“hehehehe. Sudah kuduga kamu ngga kenal. Aku
Rindu... Rindu Andita, dulu satu SMA lho sama kamu.”
Wajahnya teduh, dengan suara dan tawa yang
menyenangkan. Itulah kali pertama aku berjabat tangan secara khusus dengan
wanita. Biasanya aku menjabat tangan wanita cuma ketika halal bi halal. Tahu
kan? acara selepas upacara di hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran
itu.
Selalu
ada kecanggungan untuk yang pertama. Aku canggung untuk menanggapi
pertanyaan-pertanyaannya, omongan-omongannya dan .... aku canggung menatap
wajahnya. Namun, dia mungkin tipe wanita yang baik ke semua orang. Dia
bertubi-tubi menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan, “kok sendirian?” “lagi
cari buku apa?” “kuliah di kampus mana?” “Jurusan apa?” dan banyak lagi yang
semuanya aku jawab dengan singkat padat dan jelas.
![]() |
ilustrasi dari sini |
Pertemuan
itu berakhir setelah temannya datang dan merajuk, “udahan, yuk rin.” Setelah
mengenalkan temannya, Rindupun pamit keluar duluan dari toko buku.
Meninggalkanku yang mematung melihatnya berjalan menggoyangkan rambutnya yang
diikat kuda, ke kiri dan ke kanan. Menggandeng temannya yang meskipun
berjilbab, namun memakai skinny jeans dan jaket tanggung.
Sepulangnya
dari toko buku, di kamar kos aku cari-cari nama Rindu di buku Album Kenangan
sekolahku dulu. Merasa aneh, karena ternyata Rindu adalah eks anak IPA I
sedangkan aku adalah anak Bahasa II. Letak kelas IPA I dengan Bahasa II sangat
jauh, kenapa dia bisa kenal aku?
=========================================================
BERSAMBUNG KE MENTAL DISORDER part 3: Teman....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D