Rabu, 12 Juni 2013

Wanita Tanpa Nama



gambar ambil dari sini

            Baterai hapeku sudah menunjukkan warna merah, maklum belum sempat di-charge. Ku palingkan pandangan ke sekeliling taman. Tampak sebuah bangku kosong di bawah pohon yang rindang melambaikan tangannya kepadaku, menginginkan aku untuk duduk diatasnya. Okelah. Sejenak mengusir penat di bangku ini, kursi penuh coretan para Vandalis. Tentu, kata yang paling mendominasi adalah yang berhubungan dengan Bonek. Tidak aneh karena ini adalah daerah mereka sendiri, Surabaya. Ada juga tulisan yang sedikit mengusik rasa ingin tahuku,”Benar salah Kapten Bhirawa idolaku!” siapa itu Kapten Bhirawa?
        “Kapten Bhirawa itu tokoh idola masyarakat sekitar sini” hemm, seorang wanita menjawab tanpa aku bertanya. Darimana dia tahu kalau akalku sedang menanyakannya. Wanita itu lalu meminta ijinku untuk duduk di bangku yang sama denganku. “Heran ya? Kenapa aku bisa tahu apa yang kamu pikirkan?” dia terus saja membuatku terpojok, membuatku membenarkan apa yang dia katakan. Semenit kemudian dia mulai melanjutkan apa yang dia ketahui tentang Kapten Bhirawa itu. Mengagung-agungkan sosok dan segalanya tentang sang kapten. Tanpa disadari aku menikmatinya, aku menikmati alur cerita dari wanita yang bahkan belum aku ketahui namanya. Mungkin aku mulai menyukai karakter wanita ini.
          Sudah hampir satu jam aku mendengarkan ocehan wanita ini tentang kapten Bhirawa, sungguh dia adalah wanita yang riang dengan wajah menyenangkan. Sering melempar tawa dan cara bicaranya asyik sekali. Dan, hey, bahkan dia mampu membuatku mendengarkannya bicara tanpa berkenalan terlebih dahulu. Saat hati ini hendak bertanya ingin mengetahui namanya, aku lihat ada seorang perempuan separuh baya datang menjemputnya. Ah, mungkin teman atau kakaknya. Wanita tanpa nama ini pun beranjak, tapi sebelum itu dia menyerahkan secarik kertas putih kepadaku. Aku terus saja memperhatikan hingga mereka berdua memasuki sebuah mobil Van putih. Mobil itu perlahan berjalan hingga body belakang mobil itu secara jelas menunjukkan tulisan berwarna hijau “Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya!!!!” mulut ini ternganga. Segera aku berbalik ke bangku tadi meraih ranselku. Dan aku sempatkan untuk melihat kertas putih yang dia berikan tadi, “Teruntuk Kaptenku Bhirawa Nun jauh di sana”  
           Aku sempatkan untuk membaca apa yang tertulis di kertas itu. Ternyata, ini adalah sebuah surat cinta yang tak pernah tersampaikan dari wanita tanpa nama tadi untuk seorang Kapten Bhirawa yang hanya ada dalam hayalannya saja dan tak pernah ada.



9 komentar:

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D