Minggu, 07 Juli 2013

(Tak) Tahu Diri

Assalamualaikum teman-teman semuanya.....
Menemukan semangat yang tertanam dalam diri sendiri itu ternyata lebih susah daripada membantu orang lain untuk menemukan semangatnya. Seenggaknya itu yang berlaku untuk diriku. Banyak teman-teman yang meminta bantuanku untuk kembali bersemangat dan berhasil. Sedangkan aku nggak pernah berhasil dalam menyemangati diri sendiri, padahal katanya motivasi terbesar adalah yang datangnya dari semangat diri sendiri. Sayangnya aku nggak begitu, semangatku justru datang dari luar diri. Ketika bergantung pada usaha diri sendiri, bukannya berhasil malah semakin berkubang dalam lumpur kemalasan.
            Tapi untuk yang satu ini aku singkirkan dulu pagar kemalasan yang menjerat tanganku untuk menulis. Karena apa yang akan aku tuliskan ini adalah sesuatu yang teramat penting. Tangan ini sudah teramat gatal untuk menyampaikannya dalam bentuk tulisan.
            Selama bertahun-tahun saya mendengarkan puluhan penceramah menyampaikan ceramahnya, akhirnya saya menemukan sesuatu yang menarik untuk diperhatikan. Apa itu? Yakni seseorang yang berceramah itu seringnya menyampaikan apa yang sebenarnya dia sendiri tidak mengerjakan atau seenggaknya jarang untuk mengamalkannya. Saya ambil sampel, ada kyai A yang selalu (iya selalu) berceramah tentang infaq, shodaqoh dan macamnya. Beliau sampaikan tentang kebaikan-kebaikannya, menyampaikan dorongan-dorongan untuk bershodaqoh. Tapi beliau sendiri jarang bershodaqoh, jarang infaq. Intensitas bershodaqohnya sangat kalah jauh dari orang yang diam dan tidak pernah mengumbar janji-janji kebaikan shodaqoh. Harusnya, beliau berdiri di depan sebagai contoh bagi jamaah-jamaah agar senantiasa bershodaqoh. Iya kan?

            Ada lagi kyai B, beliau selalu berceramah tentang hak-hak bertetangga. Beliau sampaikan kewajiban-kewajiban yang harus kita lakukan terhadap tetangga dan macamnya. Tapi beliau sendiri bersalaman tangan dengan tetangga satu temboknya saja enggan. Kemarin saya juga menemukan seorang khotib yang berkhutbah untuk saling menghormati, tidak menyolot ketika sedang berbicara. Tahukah kalian? Orang itu sendiri demen banget sama yang namanya ngotot kalo lawan bicaranya tidak sepemahaman dengannya.
            Aneh? Memang. Mereka yang berdiri sebagai penceramah maupun khotib di masjid-masjid, mushola, majelis taklim, seolah menjadikan dirinya sendiri sebagai bahan ceramah, tapi mereka tidak merasa kalau mereka dalam kenyataanya bertentangan dengan apa yang disampaikan. Mereka seperti tahu diri, tapi sebenarnya nggak tahu diri. Inilah yang sebenarnya membuat saya prihatin, Imam-imam, kyai-kyai, ustadz-ustadz sudah sedikit sekali dari mereka yang bisa dijadikan percontohan bagi umat. Karena bagaimanapun, umat jaman sekarang sudah pintar, mereka bisa melihat apakah yang berceramah itu melakukan apa yang dia sampaikan atau tidak.
            Kaitannya dengan hal itu, saya jadi teringat ucapan salah seorang tetangga “kalau mau ceramah, topiknya nggak usah yang muluk-muluk, ceramahnya yang mudah saja, yang sekiranya bisa selalu kamu amalkan setiap hari.”

Semoga bermanfaat, Wassalamualaikum.... J

1 komentar:

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D