Seringkali aku
melihat adanya kebingungan yang melanda teman-temanku terkait perasaannya, jika
sudah bersinggungan dengan cinta. Demi melihat mereka yang terombang-ambing
perasaannya sendiri, apakah benar cinta atau bukan yang tengah dirasakan, aku terpikir
untuk memaknakan arti cinta. Ingat, makna itu lebih tinggi kedudukannya dari
sekedar arti. Apalah arti cinta tanpa makna yang terselip di dalamnya. Ya, gak
? hehehehe. But honestly, aku nulis
ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalamanku sendiri ketika masih
labil-labil plus
alay gitu. Hahags. Pemaknaan ini
tidak langsung aku suratkan, tapi aku sampaikan dalam bentuk cerita mini,
adapun maknanya silakan dimaknai sendiri. Jadi aku sekalian curhat. Selamat menikmati
:D
***
“Guh, aku punya
kenalan cewek, kamu pengen ngobrol, gak ?”
Itulah sebuah kalimat dari seniorku di SMA yang menjadi stimulus aku
mengenalnya. Mengenal seorang wanita yang seumur hidup hanya aku temui dua
kali. Liva namanya, Kholivatul Jannah. 2 tahun
lebih tua dariku. Mahasiswi Unissula Semarang. Pertama kali aku memanggilnya “mbak” hingga
terakhir kali aku memanggilnya “bunda”. Dia tidak pernah mengeluh dengan sebutan
apa aku memanggilnya, entahlah mungkin itu dia jadikan hiburan untuknya. Semenjak
saat pertama ditawari untuk mengobrol dengannya, kita mulai intens untuk
sekedar berkirim sms atau telfon, membicarakan hal-hal yang agak kurang
penting. Bercanda. Tertawa bersama.
Hemmmm,
bagiku dia sangat menyenangkan. Terlebih dengan sifatnya yang natural manja,
alias tidak dibuat-buat dengan tujuan untuk dikatai manja. Dia suka merajuk,
suka cerita, pun mau mendengarkan ketika aku bercerita. Hal yang paling sering
dia bicarakan adalah tentang kakak laki-lakinya yang seorang kepala sekolah,
serta adiknya bernama Fitri yang sangat tomboy. Kakak, itulah yang ada di
benakku untuk menganggapnya selama berteman. Sayangnya, ketika aku sudah
merasakan comfort zone alias zona
nyaman ketika sedang berbincang dengannya, dia putuskan untuk mengakhiri. Heran,
itu yang aku rasakan. Kenapa ketika aku lulus SMA, dan punya kesempatan lebih
untuk selalu berada benar di sampingnya, dia malah memilih untuk menjauh dan
tidak peduli lagi denganku. Bahkan yang membuatku “sakit” sekali adalah di
pertemuan keduaku dengannya, demi mendapati dirinya sudah tidak mengenaliku
lagi. Aku gak akan pernah melupakan pertanyaannya, “siapa ya ?”. Hampir
dua tahun berteman walaupun hanya lewat media dunia maya dan telefon, dengan
semudah itu dia melupakan. Saat itu aku sadar kalau aku mencintainya, sebagai
kakak. Walaupun aku juga sadar, aku seperti orang bego yang sampai sekarang
masih tetap menanyakan kabarnya dan tetap menganggap dia adalah “kakak” perempuanku.
***
“mbak, disini
ambil jurusan apa ?” tanyaku pada wanita yang duduk di sebelahku awal aku
kuliah.
“pendidikan
fisika, mas” jawabnya sambil tersenyum.
Aku gak langsung bertanya namanya saat pertama kali bertemu. Kesan
pertama melihatnya, anaknya asik, cara
berpakaiannya sopan dan simple. Meski secara
wajah, dia tidak terlalu cantik, biasa-biasa saja. Aku baru tahu namanya ketika
sudah hampir 2 bulan hanya saling menyapa dengan kata, “heh” atau “heeey”. Ratna
namanya. Ratna Wulandari. Pertama kali
aku tahu namanya yang ada di benakku adalah “gak ada nama yang bagusan dikit
apa ya ?” hehehehe. Semakin hari
semakin sering bercengkerama, entah itu lewat sms, telfon atau face to face, aku semakin menaruh rasa
simpati padanya. Ditambah sudah sekitar dua bulanan aku “menyendiri”. Huufffff,
(merenung dulu) akhirnya aku tahu, kalau aku mencintainya without any reason. Ya, Susah sekali mengurai sebab aku
mencintainya. Dulu, setiap aku menyukai seorang wanita, pastilah karena dia itu
cantik dan pintar matematika. Ya, aku mencintainya, cinta seorang lelaki kepada
wanita.
***
Baik yang 2
tahun aku kenal dan selalu menghiburku, maupun yang sudah 4 semester ini seringnya menyakitiku. Huhuhuhu. Aku mencintai mereka berdua, dengan pengertian cinta
dan makna yang berbeda. Terakhir,
Buat
mbak Liva semoga bisa selalu bahagia, maaf kalau aku gak bisa adik yang baik
buatmu. Semoga bisa bertemu lagi. Ratna,
semoga langgeng dengan pilihanmu yang sekarang.
***
Dia menyayangimu, tapi bukan kekasihmu.
Dia perhatian kepadamu, tapi bukan anggota keluargamu.
Dia siap berbagi rasa sakitmu, tapi dia tidak berhubungan
darah denganmu,
Dia…………………
Adalah SAHABAT
Yang sering marah seperti Ayah
Bawel seperti Ibu
Ngeselin seperti Adik
Usil seperti kakak
Tapi,
Dia menyayangimu lebih dari kekasih
Sahabat sejati akan selalu ada dalam hati
Untuk hari ini, besok dan selamanya
( Kholivatul Jannah, 1 September 2009 )
LOKEEEEEENNNN????????
BalasHapus