Dulu, bapak-bapak jamaah masjid
disini sangat banyak. Ketika mereka berkumpul, canda tawa selalu teriringi di
sela-sela obrolan mereka. Baik itu ketika selesai shalat Maghrib/Shubuh maupun
ketika berkumpul pas ada acara Tahlilan. Rasanya menyenangkan ketika melihat
orang-orang tua itu rajin meramaikan kegiatan masjid.
Kemudian, aku menjadi saksi
perginya satu per satu dari mereka. Ada yang
pergi karena pindah rumah seperti Abah Mansyur dan Pak Mujiono. Ada yang pergi “mendadak”
tanpa alasan, pindah jamaah entah itu di masjid lain atau bahkan shalat di rumah.
Ada pula yang pergi untuk menghadap Allah SWT. Orang-orang yang begitu rajin
meramaikan kegiatan-kegiatan masjid begitu saja dipanggil oleh-Nya. Disamping fakta
bahwa para almarhum memang sudah berumur “cukup”, perginya mereka meninggalkan
suatu bekas yang nampaknya tidak tergantikan.
Doc. Pribadi |
Contoh, biasanya ketika sedang
ada pengajian, di pojok kanan masjid duduk seorang bapak Anwar (Alm). Sekarang tak
ada lagi. Biasanya ketika jam sudah menunjukkan pukul 01:30 dinihari sudah ada
pak Harno (Alm) mendirikan shalat sunnah qiyamul lail. Dan banyak lagi hal-hal
yang biasa ada, namun kini tidak ada lagi.
Sayangnya kepergian sebagian
jamaah tersebut, tidak tergantikan oleh anak-anaknya. Itu dalam skala mikro,
makronya adalah para pemuda di komplek ini memang seperti enggan untuk
menjejakkan kaki mereka di pelataran masjid.
Para pembaca sekalian yang
semoga dirahmati oleh Allah. *ehm* Adalah hal yang dianjurkan bagi para
orang tua untuk membawa serta anak-anak mereka ketika shalat berjamaah di
Masjid. Aku nggak ngarang lho, setidaknya itu menurut buku yang aku temukan di
rak Quran masjid al-Ikhlas BPI Semarang.
Mbok ya kalo mau masuk surga
tuh ajak-ajak, jangan pengennya kesana sendirian. Ketika kalian mau jamaah ke
masjid ya ajak lah sebanyak mungkin yang bisa diajak; bapak, ibu, terutama
anak-anak dan usahakan para asisten rumah tangga juga diajak. Disini, aku
jarang sekali melihat orang yang datang ke masjid ramai-ramai satu keluarga. Ada
pak A tapi datang ngga sama istrinya. Ada istri tapi nggak dateng sama
suaminya. Ada anaknya, tapi ngga datang sama orang tuanya. Ada orang tua, tapi
ngga shalat sama anaknya. Sendiri-sendiri. nafsi-nafsi. Padahal ini masih di
dunia belum di padang Mahsyar lho. Belum waktu kiamat juga tapi udah
nafsi-nafsi.
Sekali lagi, ajak lah mereka. Matikan
tv mereka, rampas hape mereka ketika adzan sudah berkumandang. Ajak mereka
semua berjamaah di Masjid. Jangan kalian pergi sendiri, aktif jamaah sendiri. Supaya
ketika kalian yang rajin berjamaah tiada, anak-anak kalian bisa menggantikan,
meneruskan atau minimal bisa merepresentasikan sosok kalian.
“waaah, itu Mas Imut anaknya
almarhum pak sigit ya?” kata pak Far
“iya, rajin ya shalatnya. Kayak
bapaknya.” Timbal pak Vir
Itu yang aku maksud dengan merepresentasikan.
Kalo
dari pemerintah ada gerakan #Ayomondok. Sekarang mari kita galakan sebuah
gerakan #AyoJamaah #AyoMasukSurgaBareng-Bareng. Ingat? Perbandingan shalat
sendiri dengan shalat berjamaah adalah 1:27, kan?
NB:
ternyata Aku bisa juga bikin artikel serius.
ternyata Aku bisa juga bikin artikel serius.
hehehehehehehehehehehe |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D