Semoga ini adalah bab terakhir dari cerita
kebodohan aku dan Dini. Malam kamis tanggal 16 September 2015, aku memutuskan
untuk secara baik-baik bicara ke dia tentang pengibaran bendera putihku. Iya, I
totally give up this night. Sebab, umurku sudah segini banyak dan aku merasa
kalau aku sudah nggak pantas lagi untuk terlalu hanyut dalam masalah cengeng
bin bodoh seperti ini.
“Aku
bingung harus gimana...” kata Dini. Perkataan yang sudah aku dengar dan baca
beribu-ribu kali. Engga ding, ngga nyampe jutaan paling sekitar 900 ribuan
kali. *abaikan cuma bercanda. Dan aku pun ngga ngerti bab apa yang bikin dia
terus-terusan berkata bingung.
“ya
sudah, aku punya dua solusi.” Kataku.
Sebenarnya aku sudah pernah menyampaikan
ini sih, tapi waktu itu dia gamang dan belum membuatku yakin untuk mengambil
keputusan. Kali ini aku imbuhi dengan kata “ini serius” karena aku khawatir
kalau selama ini dia menganggap aku cuma bercanda.
“yang pertama, jadikan aku benar-benar the only one for you, one of a kind
dan kita berkomitmen, lalu kamu hapus segala tentang Qubil. Kedua, aku hapus
segala sesuatu tentang kamu dan kamu juga berusaha untuk hapus Qubil, it helps
you for sure.”
Benar, kali ini aku memang sedikit banyak
memaksa. Why? Cause I’m tired to be a shit for about 4 years and more!. Aku
ingin posisiku jelas. Bukan lagi teman rasa pacaran, bosen. Kekanak-kanakan?
Lebay? Cengeng? Atau paling kalian membatin, “cowok kok kayak gitu.”
Well yaaa, love is madness and when you are being mad, you do not care to other
things. Adalah percuma ketika kalian bilang ini-itu ke orang yang sedang jatuh
cinta dan moreover.... ke orang yang patah hati. Emmm, mungkin saja dua atau
tiga tahun lagi ketika aku kembali membaca cerita ini aku bakal mbatin, “wella
dalah, kok aku dulu kaya gitu ya?”
Malam itu aku ingin sekali pada akhirnya
ada senyum di wajahku. Namun sayang, harapan hanya tinggal harapan. Nothing
changes. Dia jawab,
“Jujur, aku lebih cenderung ke opsi yang kedua. Aku ingin beli hape baru
lagi saja, nggak mau pake hape samsung atau hape sony”
Artinya, dia ingin move on dari Qubil dengan mencari sosok baru. Bukan
dengan aku. Aku tidak ada artinya sama sekali.
Hehehehehe.
*menarik nafas dalam-dalam*
*hembuskan*.
Aku pun melanjutkan, “kalo begitu, aku
akan block (lagi) semua kontakmu. Dan please, jangan cari aku.”
Sumpah, bukan maksud hati untuk memutus silaturahim dengannya. Selama 4
tahun ini aku sudah berusaha pergi dengan baik-baik, tapi selalu gagal. Adalah
hal yang mustahil aku nggak care ke dia dan mustahil pula aku berhenti cinta
dia jika masih berhubungan dengan dia. Ketika dia update status emotikon sedih
saja, tangan ini rasanya gatal ingin tanya “kenapa?” selalu
nggak bisa menahan diri.
“Aku
juga akan berusaha buat tidak stalking fb mu lagi pake akun-akun kloningan. Aku
nggak akan tanya-tanya temen lagi status di bbm mu sekarang apa. Dan please,
kamu pun harus bantu aku, jangan cari aku lagi kayak kemarin ,,, jangan
tiba-tiba lagi telfon atau sms aku. Aku mohon dengan sangat.” Jelasku panjang
lebar.
Semenit ,,,, dua menit ,,,, dia diam. Lalu, “harus ya begitu?” jawabnya
singkat.
Entahlah, entah kenapa aku merasa kalau
dia memang selama ini nggak pernah mengingat usahaku buat menjauhi dia. Mengingat
ingat saja tidak apalagi menghargai ... apalagi membalas. Mimpi. Just like, hal
yang berkaitan denganku hanya berlalu begitu saja. Ngga ada pentingnya sama
sekali. Bahkan dia dengan mudahnya berkata, “maaf ... selain speechless... aku
juga ngantukkkk.” Kasihan banget ya aku.... iya. Kasihan. The most kasihan boy ever in the
world.
***skip skip**** dan akhirnya.....
Aku
kembali gagal untuk tidak berkomunikasi dengan dia. Berat rasanya. Akhirnya,
semua kembali normal, except, akun-akun facebook aku yang masih tertutup. Kita
kembali smsan dan kembali chattingan via BBM. But, thank to God, karena
akhirnya Dini berkata dengan kepastian. Tidak lagi bingung-bingungan.
“Tell
me,,, atas hal apa aku bisa berhenti jatuh cinta ke kamu?” tanyaku.
“yaaaaa....
Aku nggak cinta kamu, Guh. Dan nggak bisa dipaksakan..” jawab Dini.
Aku tatap layar hapeku lama,,, membiarkan layar hape Dini bertuliskan, “sedang
menulis pesan....” Pikiranku melayang-layang lagi. Memutar-mutar semua
peristiwa yang berkaitan tentang Aku dan Dini. “Aku kira itu cinta....”
batinku. Oke fiks selama 4 tahun lebih ini aku cuma keGRan. Semua pelukan itu,
semua ciuman itu, semua tangis itu mendadak tidak ada artinya sama sekali
buatku. Apalagi dia menggunakan kata, “ngga bisa dipaksakan.” Seolah-olah aku
maksa banget ke dia supaya mau sama aku.
“Itu
masih belum cukup untuk menghentikanku....” hahaha, Aku mencoba ngeyel meskipun
sudah muak.
“Mamah
nggak setuju seandainya Aku sama kamu....”
JEGGGGGGEEERRRR HATIKU PORAK PORANDA.... eh, engga selebay itu ding ,,,,.
Well, berhubung dia sudah nyebut-nyebut nama mamah (yang mana ngga setuju) aku
langsung “habis”. Tapi aku masih coba mengakhiri ini dengan baik ....
“Mamah
gimana bilangnya?” Tanyaku
“Din,
kamu kok akrab banget sama teguh? Nanti kalau ada rasa gimana? Mamah nggak
setuju lho kalau untuk hubungan serius.” Jawab Dini menirukan mamahnya. Tanpa
dijelaskan apa dan kenapanya. Yaa, walaupun aku mawas diri sih. Gimana bakal
mau, wong aku ngurus skripsi aja nggak becus kok. Belum penampilan fisikku yang
nggak kayak cowok-cowok kebanyakan. Setiap aku bercermin Aku lihat tidak ada
alasan apapun aku akan dicintai mati-matian oleh seorang wanita. Satu-satunya
jalan ya ... well,,, aku harus punya banyak uang. Itupun dikejar, bukan
dicintai.
*menghembuskan nafas*
*Hirup dalam-dalam*
Kenapa? Kebalik? Ngga boleh protes sama orang yang lagi patah hati !
Here it
is... inilah bagaimana cerita kebodohan aku dengan Dini harus diakhiri; AKU
NGGAK CINTA KAMU & MAMAH ENGGAK SETUJU. Tidak ada lagi kata berat untuk
menerima karena apapun yang mamahnya katakan aku harus patuhi. Selama ini aku
merasa sudah mendoakan yang baik-baik untuk mamah Dini, jadi walaupun beliau
tidak menerimaku bukan berarti aku jadi doain yang jelek-jelek, kan? Dan kata-kata
Dini “Aku nggak cinta kamu dan nggak bisa dipaksakan.” Juga sudah cukup buatku
untuk menghilangkan secara total perasaanku ke dia. Dari yang cinta banget
menjadi biasa saja, awalnya susah tapi menjadi mudah ketika aku punya kesibukan
dan sedikit demi sedikit mulai melupakan Dini. Sedikit demi sedikit mulai
mengurangi kepedulianku ke dia hingga semoga saja berakhir menjadi “Stranger”.
Mungkin ini akan berbeda jika dia menambahi kata “sudah” dan “lagi”. Jadi
begini, “Aku sudah nggak cinta kamu lagi.” Mungkin aku akan tetap sedikit
banyak menghargai waktu-waktu yang dulu terbuang percuma.
Iya ................................ terbuang percuma.
Oke, aku
pastikan ini adalah bab terakhir dari cerita aku dengan Andini. Aku bakal
mengingat-ingat dua alasan itu. Semoga aku bisa merangkai sebuah cerita baru,
dengan sosok yang baru pula. Bersama satu sosok yang lebih bisa menghargai
proses perjuangan bukan hasil perjuangan. And I would like to say thank you
very much to Tarry and Izzudin who said, “GOBLOK” to me. I really appreciate
that. Without you, aku nggak akan pernah sadar. Dini..... terimakasih sudah
menjadi kisah patah hati terhebatku. Aku doakan semua yang terbaik buat kamu. Semoga
kamu temukan orang yang bisa mencintaimu secara tulus, setulus aku mencintai
kamu. Setotal aku mencintai kamu. Semengerti aku dalam memahami polah-polahmu. Segalanya
.... hope you have a happy life :’)
berdoa untuk Dini |
FINISHED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D