Seperti
yang pernah aku katakan di postingan sebelum ini, hal mendasar yang membedakan
manusia dengan hewan adalah kesadaran. Manusia sadar bahwa dia adalah manusia,
terlepas dari apakah hewan juga sadar bahwa mereka adalah hewan, mereka dilihat
dari belum adanya studi kasus, tidak menyadari bahwa mereka adalah hewan.
Kaitannya dengan hal ini, aku seringkali bertanya-tanya, jika manusia
menggunakan nama hewan untuk mengumpat misalnya “dasar anjing !!!” apakah mereka juga menggunakan
manusia sebagai umpatan ? misalnya ada anjing kintamani marah ke anjing bulldog, apakah dia akan mengumpat, “DASAR
MANUSIA !!!!”
Nah,
postingan kali ini, aku pengen sedikit banyak mengkritisi kesadaran manusia.
Banyak sekali manusia yang sepertinya lupa bahwa mereka adalah manusia. Namanya
manusia, otomatis dalam menjalani kehidupan tidak lepas dari sosial bermasyarakat. Manusia, tidak dibenarkan untuk menjalani
kehidupan sendiri-sendiri (individualistis). Gambarannya, proses pembuatan baju
yang kita pakai saja, dimulai dari pembuatan benang sampai menjadi bentuk baju,
membutuhkan lebih dari satu orang, ditambah lagi ketika baju itu masih
membutuhkan penjual dan pembeli. Manusia otomatis membutuhkan satu sama lain. Kiranya
seperti itulah kehidupan sosial manusia.
Sekarang-sekarang
ini, aku sering melihat fenomena melenceng dari sifat dasar manusia sebagai
makhluk sosial. Contoh sederhananya, ketika aku makan di warteg banyak
ditemukan orang-orang yang sudah selesai makan tapi dengan asyiknya mengambil
tempat untuk mengobrol sambil merokok, padahal ada banyak pengunjung yang ingin
makan di tempat itu. Akhirnya, banyak dari mereka yang balik meninggalkan
warung itu dan tidak jadi makan, adapula yang dengan terpaksa membungkus nasi.
Mungkin baiknya, si penjual harus memberlakukan peraturan. Misalnya;
Ø Makan < Rp. 5000 = tidak boleh lebih dari 10 menit
Ø Makan > Rp. 5000 = maksimal 25 menit
Ø Makan > Rp. 10000 = boleh selama mungkin
Contoh lain adalah masalah lalu lintas.
Terutama di jalan yang menuju kampus 2 IAIN Walisongo ini dan mungkin di
jalan-jalan lainnya. Jamak dijumpai orang-orang yang melawan arus, dengan dalih
menjadi lebih cepat untuk sampai tujuan ketimbang harus mengikuti lajur kiri
dan memutar. Terkadang, aku kaget ketika harus menyebrang dari lajur kanan
tetapi tiba-tiba muncul motor dari lajur kiri. Apalagi ketika mengendarai motor
di lajur kiri, tetapi ada motor yang melaju berlawanan arah di hadapanku.
Pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan sudah memberlakukan peraturan-peraturan yang
dipajang langsung di jalan-jalan. Sebenarnya peraturan itu tidak penting untuk
diberlakukan, asal, manusianya sadar diri untuk bertingkah dan bertindak
tanduk. Sayangnya, manusia lebih suka untuk melanggar peraturan, jadi mereka
bertindak semaunya tapi mereka juga ingin adanya peraturan yang bisa mereka
langgar. Bagi manusia, melanggar peraturan adalah kepuasan tersendiri rasanya.
Mungkin,
dalam kasus ini, pendidikan harus bisa mengambil peran protagonist dengan
langkah-langkah yang bisa menumbuhkan kesadaran sosial manusia. Lebih jauh, untuk
bisa menumbuhkan kecerdasan sosial. Adapun solusi-solusi edukatif belum aku
temukan idenya. Semoga besok hari aku bisa menemukan ide-ide solutif untuk
menumbuhkan kesadaran plus kecerdasan sosial. Thank
you for reading ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MINTA KOMENTARNYA, GAN :D