Jumat, 01 Juni 2012

Kesensitifan Bangsa Indonesia


            Hari ini, pinal pinul goyank goyenk nyebelin sangat. Sms duluan, aku bales, dia bales lagi bahasanya nggak enak banget, uring-uringan. Aku ngomong apa pasti salah, pasti di-haaallllllaaaah-in, heran deh. Untungnya sebelum aku cuekkin dia sejadi-jadinya, dia jelasin sendiri deh alasan kenapa dia begitu, lagi dapet, dapet apa nggak tahu. Umumnya cewek-katanya- kalau lagi dapet memang sensitif. Pengen menang sendiri, maunya apa yang dikatan selalu benar. Ya, begitulah wanita.
            Ngomong-ngomong soal sensitif, akhir-akhir ini dunia persepak-bolaan tanah air juga tengah diguncang masalah akibat perilaku supporter yang sangat sensitif. Laga Persija Jakarta melawan Persib Bandung pada akhirnya memakan korban 3 (tiga) nyawa, yang tewas karena menjadi korban pengeroyokan. Tidak sedikit kalangan yang sok menasehati agar semua supporter berdamai dan bersaudara. Entah lupa atau dasarnya nggak tahu, fanatisme supporter dimana-mana itu selalu sangat sensitif. Tidak hanya di Indonesia saja, bahkan di Liga Inggris sekalipun. Ambil contoh ketika Liverpool merilis kostum tandang 2011-2012 mereka yang ada warna birunya, para Liverpudlian langsung aja protes besar (sekedar info, warna biru adalah warna dasar musuh sekota mereka, Everton). Yapp, dimana ada saudara, disitu ada musuh. Dimanapun bumi dipijak.


            Tapi memang harus diakui apa yang terjadi di Indonesia memang sudah terlalu keterlaluan, terlewat batas. Belum sepenuhnya selesai pihak keamanan mengusut kasus tewasnya penonton di GBK, eh hari ini, Jumat, terjadi lagi kasus serupa di daerah Mojokerto, rombongan Delta Mania (kelompok supporter Deltras Sidoarjo) yang sedang menuju Sidoarjo setelah menyaksikan timnya bertanding melawan Persela Lamongan,  dihadang dan dikeroyok oleh sekelompok orang berseragam Bonek mania (kelompok supporter Persebaya). Mereka membuat perjalan pulang Delta Mania menuju Sidoarjo menjadi mencekam dengan sabetan parang, pedang dsb. Dalam kasus ini tidak ada korban jiwa, hanya tiga orang korban masih kritis di Rumah Sakit.
            Kesensitifan ini memang berasal dari banyak pemicu. Indonesia sendiri bangsanya memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi, yang berasal dari fanatisme kedaerahan, agama, ras dan  kelompok. Kalau ada sebab lainnya paling juga presentasenya kecil, tapi empat itulah pemicu utama. Sedikit saja nama dari empat unsur tadi disinggung apalagi dicoreng, maka marahlah mereka, mengamuklah mereka.

                Entahlah dimana letak salah-benarnya, aku sendiri tidak ingin jauh-jauh berasumsi. Misalnya, mengadakan liga tanpa ada penonton di stadion hahahaha, atau meniru opini PM Italia, kegiatan olahraga ini dihentikan dulu selama tiga tahun. Entahlah harus menunggu berapa tahun hingga kelompok-kelompok ini bisa duduk manis menonton bola dengan tertib dan damai. Di postingan ini juga aku nggak ingin ngasih solusi-solusi absurd, aku hanya bisa duduk tegang, ngeri, takut, cemas, menunggu sepak bola tanah air menjadi menyenangkan. Tanpa ada pertumpahan darah, tanpa ada kekerasan. Menunggu kita semua saling berangkulan, berjabat tangan.

            

2 komentar:

  1. hahahha... iya, negara multikultural yang agak miskin toleransi plural, itulah Indonesia.

    dengan menulis ini, bukankah anda sudah berbuat satu hal positif? jadi anda tidak hanya diam dan menunggu, bukan? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehehe entahlah, aku juga gak tahu apa ada orang yg tersadar begitu membaca tulisan ini :D
      btw, thanks for comment

      Hapus

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D