Selasa, 27 Oktober 2015

ANDINI (Final Chapter): Bagaimana Hubungan ini Diakhiri


Semoga ini adalah bab terakhir dari cerita kebodohan aku dan Dini. Malam kamis tanggal 16 September 2015, aku memutuskan untuk secara baik-baik bicara ke dia tentang pengibaran bendera putihku. Iya, I totally give up this night. Sebab, umurku sudah segini banyak dan aku merasa kalau aku sudah nggak pantas lagi untuk terlalu hanyut dalam masalah cengeng bin bodoh seperti ini.
            “Aku bingung harus gimana...” kata Dini. Perkataan yang sudah aku dengar dan baca beribu-ribu kali. Engga ding, ngga nyampe jutaan paling sekitar 900 ribuan kali. *abaikan cuma bercanda. Dan aku pun ngga ngerti bab apa yang bikin dia terus-terusan berkata bingung.
            “ya sudah, aku punya dua solusi.” Kataku.
   
Sebenarnya aku sudah pernah menyampaikan ini sih, tapi waktu itu dia gamang dan belum membuatku yakin untuk mengambil keputusan. Kali ini aku imbuhi dengan kata “ini serius” karena aku khawatir kalau selama ini dia menganggap aku cuma bercanda.
“yang pertama, jadikan aku benar-benar the only one for you, one of a kind dan kita berkomitmen, lalu kamu hapus segala tentang Qubil. Kedua, aku hapus segala sesuatu tentang kamu dan kamu juga berusaha untuk hapus Qubil, it helps you for sure.”
Benar, kali ini aku memang sedikit banyak memaksa. Why? Cause I’m tired to be a shit for about 4 years and more!. Aku ingin posisiku jelas. Bukan lagi teman rasa pacaran, bosen. Kekanak-kanakan? Lebay? Cengeng? Atau paling kalian membatin, “cowok kok kayak gitu.”  Well yaaa, love is madness and when you are being mad, you do not care to other things. Adalah percuma ketika kalian bilang ini-itu ke orang yang sedang jatuh cinta dan moreover.... ke orang yang patah hati. Emmm, mungkin saja dua atau tiga tahun lagi ketika aku kembali membaca cerita ini aku bakal mbatin, “wella dalah, kok aku dulu kaya gitu ya?”
Malam itu aku ingin sekali pada akhirnya ada senyum di wajahku. Namun sayang, harapan hanya tinggal harapan. Nothing changes. Dia jawab,
“Jujur, aku lebih cenderung ke opsi yang kedua. Aku ingin beli hape baru lagi saja, nggak mau pake hape samsung atau hape sony”
Artinya, dia ingin move on dari Qubil dengan mencari sosok baru. Bukan dengan aku. Aku tidak ada artinya sama sekali.
Hehehehehe.
*menarik nafas dalam-dalam*
*hembuskan*.
Aku pun melanjutkan, “kalo begitu, aku akan block (lagi) semua kontakmu. Dan please, jangan cari aku.”
Sumpah, bukan maksud hati untuk memutus silaturahim dengannya. Selama 4 tahun ini aku sudah berusaha pergi dengan baik-baik, tapi selalu gagal. Adalah hal yang mustahil aku nggak care ke dia dan mustahil pula aku berhenti cinta dia jika masih berhubungan dengan dia. Ketika dia update status emotikon sedih saja, tangan ini rasanya gatal ingin tanya “kenapa?” selalu nggak bisa menahan diri.
            “Aku juga akan berusaha buat tidak stalking fb mu lagi pake akun-akun kloningan. Aku nggak akan tanya-tanya temen lagi status di bbm mu sekarang apa. Dan please, kamu pun harus bantu aku, jangan cari aku lagi kayak kemarin ,,, jangan tiba-tiba lagi telfon atau sms aku. Aku mohon dengan sangat.” Jelasku panjang lebar.
Semenit ,,,, dua menit ,,,, dia diam. Lalu, “harus ya begitu?” jawabnya singkat.
Entahlah, entah kenapa aku merasa kalau dia memang selama ini nggak pernah mengingat usahaku buat menjauhi dia. Mengingat ingat saja tidak apalagi menghargai ... apalagi membalas. Mimpi. Just like, hal yang berkaitan denganku hanya berlalu begitu saja. Ngga ada pentingnya sama sekali. Bahkan dia dengan mudahnya berkata, “maaf ... selain speechless... aku juga ngantukkkk.” Kasihan banget ya aku.... iya. Kasihan. The most kasihan boy ever in the world.

***skip skip**** dan akhirnya.....

            Aku kembali gagal untuk tidak berkomunikasi dengan dia. Berat rasanya. Akhirnya, semua kembali normal, except, akun-akun facebook aku yang masih tertutup. Kita kembali smsan dan kembali chattingan via BBM. But, thank to God, karena akhirnya Dini berkata dengan kepastian. Tidak lagi bingung-bingungan.
            “Tell me,,, atas hal apa aku bisa berhenti jatuh cinta ke kamu?” tanyaku.
            “yaaaaa.... Aku nggak cinta kamu, Guh. Dan nggak bisa dipaksakan..” jawab Dini.
Aku tatap layar hapeku lama,,, membiarkan layar hape Dini bertuliskan, “sedang menulis pesan....” Pikiranku melayang-layang lagi. Memutar-mutar semua peristiwa yang berkaitan tentang Aku dan Dini. “Aku kira itu cinta....” batinku. Oke fiks selama 4 tahun lebih ini aku cuma keGRan. Semua pelukan itu, semua ciuman itu, semua tangis itu mendadak tidak ada artinya sama sekali buatku. Apalagi dia menggunakan kata, “ngga bisa dipaksakan.” Seolah-olah aku maksa banget ke dia supaya mau sama aku.
            “Itu masih belum cukup untuk menghentikanku....” hahaha, Aku mencoba ngeyel meskipun sudah muak.
            “Mamah nggak setuju seandainya Aku sama kamu....”
JEGGGGGGEEERRRR HATIKU PORAK PORANDA.... eh, engga selebay itu ding ,,,,. Well, berhubung dia sudah nyebut-nyebut nama mamah (yang mana ngga setuju) aku langsung “habis”. Tapi aku masih coba mengakhiri ini dengan baik ....
            “Mamah gimana bilangnya?” Tanyaku
            “Din, kamu kok akrab banget sama teguh? Nanti kalau ada rasa gimana? Mamah nggak setuju lho kalau untuk hubungan serius.” Jawab Dini menirukan mamahnya. Tanpa dijelaskan apa dan kenapanya. Yaa, walaupun aku mawas diri sih. Gimana bakal mau, wong aku ngurus skripsi aja nggak becus kok. Belum penampilan fisikku yang nggak kayak cowok-cowok kebanyakan. Setiap aku bercermin Aku lihat tidak ada alasan apapun aku akan dicintai mati-matian oleh seorang wanita. Satu-satunya jalan ya ... well,,, aku harus punya banyak uang. Itupun dikejar, bukan dicintai.

*menghembuskan nafas*
*Hirup dalam-dalam*
Kenapa? Kebalik? Ngga boleh protes sama orang yang lagi patah hati !

            Here it is... inilah bagaimana cerita kebodohan aku dengan Dini harus diakhiri; AKU NGGAK CINTA KAMU & MAMAH ENGGAK SETUJU. Tidak ada lagi kata berat untuk menerima karena apapun yang mamahnya katakan aku harus patuhi. Selama ini aku merasa sudah mendoakan yang baik-baik untuk mamah Dini, jadi walaupun beliau tidak menerimaku bukan berarti aku jadi doain yang jelek-jelek, kan? Dan kata-kata Dini “Aku nggak cinta kamu dan nggak bisa dipaksakan.” Juga sudah cukup buatku untuk menghilangkan secara total perasaanku ke dia. Dari yang cinta banget menjadi biasa saja, awalnya susah tapi menjadi mudah ketika aku punya kesibukan dan sedikit demi sedikit mulai melupakan Dini. Sedikit demi sedikit mulai mengurangi kepedulianku ke dia hingga semoga saja berakhir menjadi “Stranger”. Mungkin ini akan berbeda jika dia menambahi kata “sudah” dan “lagi”. Jadi begini, “Aku sudah nggak cinta kamu lagi.” Mungkin aku akan tetap sedikit banyak menghargai waktu-waktu yang dulu terbuang percuma.

Iya ................................ terbuang percuma.

            Oke, aku pastikan ini adalah bab terakhir dari cerita aku dengan Andini. Aku bakal mengingat-ingat dua alasan itu. Semoga aku bisa merangkai sebuah cerita baru, dengan sosok yang baru pula. Bersama satu sosok yang lebih bisa menghargai proses perjuangan bukan hasil perjuangan. And I would like to say thank you very much to Tarry and Izzudin who said, “GOBLOK” to me. I really appreciate that. Without you, aku nggak akan pernah sadar. Dini..... terimakasih sudah menjadi kisah patah hati terhebatku. Aku doakan semua yang terbaik buat kamu. Semoga kamu temukan orang yang bisa mencintaimu secara tulus, setulus aku mencintai kamu. Setotal aku mencintai kamu. Semengerti aku dalam memahami polah-polahmu. Segalanya .... hope you have a happy life :’)

berdoa untuk Dini
*Klarifikasi: yaa,foto itu memang cuma pencitraan. Aku bukan anak sholeh.
                                         
FINISHED



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D