Jumat, 23 November 2018

Tentang Kematian


Hidup …… Mati.
“Kalau aku pikir-pikir. Terkadang kita sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan,
tapi kita tetap tidak berbuat apa-apa untuk menghindarinya.”
-Tomi-
Aku tersudut di pojokan dengan setelan hitam-hitam. Termenung sendiri di sudut halaman rumah salah satu teman semasa kuliah. Rumahnya saat ini ramai. Bukan, bukan ramai karena dia menikah, bukan! Melainkan karena dia meninggal dunia. Andri namanya.
Andri selalu menganggapku sebagai satu-satunya sahabat baiknya, meskipun jujur, aku tidak memiliki anggapan yang sama. Aku sering lupa hal apa saja yang dia curhatkan saking banyaknya cerita. Semasa hidupnya Andri suka sekali melempar guyonan yang seringnya tidak lucu-lucu amat, tertawa-tawa, bernyanyi dengan suara yang sangat keras dan suka membicarakan hal-hal yang terkadang ada di luar nalar orang kebanyakan. Seperti contohnya, satu waktu dia pernah cerita tentang tujuan Tuhan menciptakan manusia itu cuma karena Tuhan sedang bosen saja sedang mau ngapain. Dia bilang, karena kehabisan ide makanya Dia ciptakanlah makhluk bernama manusia. Lain waktu dia pernah dengan pedenya nyeletuk begini,
Kamu tuh harus cepet nikah, Bro.” Katanya
Lha emang kenapa?” Tanyaku
“Soalnya dalam rentang waktu 20-30 tahun lagi, Indonesia akan mengalami peperangan hebat. Kan kalo nikahnya sekarang, pas perang terjadi anakmu sudah lumayan dewasa. Bisa menyelamatkan diri bareng-bareng.”
“Waah…. “Aku melongo.

Belum lagi kebiasaannya nyampah di Facebook dengan status-status yang selalu bercerita tentang perempuan. Dulu aku suka membatin, “Ya Tuhan, ini anak alay amat ya...” namun setelah beberapa waktu tinggal satu kos (meskipun beda kamar) dan sering pergi bersama, aku jadi mengerti bahwa Andri itu unik. Tidak banyak manusia seperti dia.
Hari ini, dia meninggal dunia. Aku berdiri di sudut halaman rumahnya, memerhatikan sekeliling. Cukup ramai aku lihat orang-orang yang datang untuk berbela sungkawa. Beberapa aku kenali wajahnya, ada banyak teman sekolah yang datang sekedar basa-basi dengan keluarga lalu pulang, ada pula yang tetap stay sampai pemakaman, sisanya aku asing. Yaa, memang kalau aku pikir-pikir, teman-teman lama akan kembali mendatangi kita dalam tiga hal; Ketika butuh, Di hari pernikahan kita dan yang ketiga yaa itu tadi, di hari pemakaman kita.

merenung

Lewat celah jendela aku lihat Ibu Andri menangis tiada henti, mungkin masih belum bisa
menerima kenyataan anaknya yang meninggal dengan tiba-tiba. Ada empat ibu-ibu lain sibuk menenangkannya dengan berkata, “Sabar sabar...” tapi di mata mereka sendiri ikut bercucuran air mata. Sedang si Bapak berdiri depan pintu, sibuk menerima dan menyalami tamu-tamu yang datang mengucapkan bela sungkawa. Beliau nampak mencoba tabah dan menerima meskipun sesekali masih sesenggukan, mata sembapnya tidak bisa dia sembunyikan. Sisa menangis semalaman.
Semalam Andri ditemukan terbujur kaku tidak bernyawa di kamar kosnya. Diagnosa dari dokter, Andri terkena serangan jantung. Sial, tadi malam aku ndilalah sedang ngumpul dengan teman-teman komunitas untuk Nobar. Adiknya lah yang pertama kali menemukan dan langsung menelefonku. Sambil bercerita kronologi, dia menambahkan sebuah cerita klise,
padahal selepas shalat Jumat masih sempat bertemu, masih sempat memberikan uang jajan, padahal... ....”
Ah tidak menarik lagi untuk aku dengarkan, batinku. Sama tidak menariknya dengan keluhan ibunya yang dia katakan sambil menangis,
Padahal dia biasanya ceria, selalu bercanda, kalau telefon selalu cerita kabar baik, tidak pernah mengeluh sakit...”
haish batinku, harusnya orang tua tahu anaknya sakit atau tidak hanya dari melihat. Bahkan mungkin hanya dengan hubungan batin antar orang tua dan anak. Tidak harus menunggu anaknya cerita dulu baru tahu kalau dia sakit. Aneh sekali. Tidak masuk akal. Sedang di sudut yang lain, aku lihat satu perempuan menangis terisak ditemani satu perempuan lain yang juga menangis. Sayup-sayup Aku dengar dia juga mengeluhkan hal yang sama,
Aku pikir dia Cuma sakit biasa,,, soalnya setiap minum obat warung juga sudah sembuh...”
kalau tebakanku benar, dia pasti mantannya Andri. Ya, kalau pacar dia pasti duduk di dalam rumah, ngga di pojok luar rumah begini, kan? Aku ingat betul almarhum suka sekali bercerita tentang rekan kerjanya yang sangat cantik, Vivi namanya. Dia juga bilang kalau mereka akhirnya pacaran. Namun entah kenapa sebulan ini tidak pernah lagi dia cerita tentang Vivi. Jadi aku ambil kesimpulan kalau mereka sudah putus.
Ada pula seorang wanita berkacamata yang menangis tiada henti. Aku tahu dia. Namanya Afi. Dia kerja di toko dan sempat jatuh cinta sama Andri, meskipun pada akhirnya cinta itu bertepuk sebelah tangan. Alasannya? Andri ingin punya pasangan yang berpendidikan. Ya, Afi tidak mengenyam pendidikan formal. Ada juga bisik-bisik orang yang berkeliaran berkelindan, berkata, “Ngga nyangka banget ya, padahal kayaknya sehat-sehat saja.” “Iya, rajin shalat juga...” “Minggu kemarin aja masih main PS sama aku.” Dan ucapan seorang berpeci putih menutup komentar-komentar itu, “insyaAllah khusnul khotimah karena Andri meninggal di hari Jumat.”
Satu hal yang aku tangkap, pepatah lama yang berbunyi, “Kalau Sudah Tiada Baru Terasa” sangat berlaku untuk kasus meninggalnya Andri. Dalam artian, ketika dia masih hidup orang-orang cenderung abai untuk memerhatikan bahkan mungkin untuk sekedar tahu. Namun setelah meninggal, apa yang Andri lakukan semasa hidup barulah teringat apa-apa saja yang pernah dia keluhkan. Aku ingat sekali Andri sering mengeluhkan eksistensi hidupnya. Dia sering merasa tidak berguna, tidak diharapkan dan tidak diinginkan siapapun. Padahal aku sudah sering sampaikan kalau itu Cuma perasaannya saja, tapi Ah, andai semalam aku ada di kos, mungkin bisa membantu dia pergi ke rumah sakit.
Di sudut halaman rumahnya, aku berdiri termenung. Mencoba merangkai dan merangkum tentang hidup dan mati, serta kaitannya dengan kehidupan manusia lainnya. Hari ini Andri meninggal dunia. Banyak sekali air mata yang jatuh karenanya. Berkali-kali si Ibu jatuh pingsan, lalu siuman hanya untuk menangis lagi.  Vivi masih menangis merasa menyesal tidak berjuang mempertahankan hubungan di sisa hidup Andri. Menyesal telah meninggalkan Andri yang sedang kesakitan. Afi masih menangis, berkali-kali dia terbata-bata mengatakan, “Dia hampir selalu beli Antangin dan Tolak Angin di toko ku. Dia bilang dadanya sakit karena masuk angin. Ngga nyangka kalau ternyata punya sakit jantung” Hemmmm, ya Andri memang susah betul untuk diajak periksa ke dokter. Entah sudah berapa puluh kali aku ajak dia ke dokter tapi dia selalu menolak. Katanya cukup minum Tolak Angin juga sudah sembuh. Pikirku apa karena dia ngga punya uang? ah tidak, dia kan sudah mengajar dengan gaji UMR.  Entahlah, mungkin saja sebenarnya dia takut tahu penyakitnya apa tapi selalu ditutupi dengan kata-kata sok jagoan cenderung menggampangkan, “Aku dari kecil tuh ngga pernah masuk Rumah Sakit, bro... santai, cukup Tolak Angin juga sudah sembuh.”
Di sudut halaman rumahnya, aku berdiri termenung. Mencoba merangkai dan merangkum tentang hidup dan mati, serta kaitannya dengan kehidupan manusia lainnya, Aku. Ya, terhitung sejak hari ini Aku resmi kehilangan teman diskusi paling asik. Teman diskusi yang selalu mengeluarkan jawaban-jawaban diluar nalar namun entah kenapa aku bisa selalu mengiyakan dan setuju saja sama pendapatnya. Mulai hari ini aku telah kehilangan teman bicara di setiap makan malam. Mulai hari ini aku kehilangan teman boncengan setiap pergi main futsal. Ya. Futsal.
Satu jenis olahraga yang termasuk paling berbahaya untuk penderita sakit jantung.  
=========
Ya sudahlah, bagaimanapun juga, pada akhirnya yang datang akan pergi, yang mulai akan berakhir, yang terbit akan tenggelam, yang bertemu akan berpisah dan yang hidup akan mati. Ya Tuhan, Andri pasti sebenarnya sudah tahu kalau jantungnya bermasalah. Tapi dia selalu tutupi hal itu.
Aku tergugu. Orang yang biasanya sok jagoan itu kini terbujur kaku tak bernafas. Orang yang selalu menyetrika pakaiannya itu demi berpenampilan rapi, kini mengenakan kain kafan. Orang yang semasa hidupnya rajin mengajakku mengaji, sekarang justru sedang tidur dengan iring-iringan kalimat Laa Ilaaha Illaallah. Air mata pun ikut jatuh seketika demi melihat keranda itu diangkat 4 orang dewasa. Ya, Cuma empat orang.! Hahaha Astaga orang ini, sudah meninggal pun kamu masih mau sok jagoan.
.                                                                                         
Tuhan, terimalah temanku ini di di sisi-Mu...
Tuhan, tempatkan dia di tempat yang selayaknya. Bagiku, Andri adalah manusia yang baik. Meskipun aku tahu sisi-sisi gelapnya yang pasti Engkau juga ketahui. Namun, aku yakin Engkau adalah Dzat yang maha Pemaaf, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(Cerita ini hanyalah fiktif belaka)
M Teguh Pradhana.
.
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D