Sepertinya
hampir semua orang setuju bahwa Indomie adalah makanan rakyat. Terutama
manusia-manusia yang pernah menjalani fase hidup nge kos atau ngontrak, Indomie
adalah sahabat sejati yang tetap ada di masa sulit. Dalam tulisan come back saya
setelah lama vakum menulis ini, saya ingin sedikit mengeluarkan isi pikiran
tentang Indomie, Agama dan Politik,
Jadi begini,
menurut sumber yang dapat dipercaya, (Saya dapat dari Twitter tapi lupa akun
apa yang memposting maaf ya hehe) penikmat Indomie itu terbagi ke dalam 4
golongan alias sekte. Yang pertama adalah Golongan Konservatif. Penganut
golongan ini mempercayai bahwa cara menikmati Indomie terbaik adalah dengan
cara memasaknya lalu tanpa menambahi tambahan apapun. Golongan kedua adalah
golongan penikmat Indomie Progresif. Penganutnya mempercayai bahwa cara
terbaik menikmati Indomie adalah dengan cara menambahkan ke dalamnya macam-macam sayuran seperti sawi,
kol atau tomat. Menambahkan telur rebus atau rawit ke dalamnya pun adalah cara
paling enak untuk menikmati Indomie.
.
Sekte ketiga
dalam tatanan penikmat Indomie adalah sekte Radikal. Penganut
kepercayaan ini mengimani bahwa Indomie haruslah dimakan mentah-mentah, tidak
perlu direbus, tidak perlu ditempatkan pada mangkok atau piring. Buka
bungkusnya, taburkan bumbu-bumbu, remas-remas lalu kocok-kocok langsung deh dimakan.
Lalu golongan yang terakhir adalah golongan Sesat. Golongan ini adalah
golongan yang tidak pernah direstui eksistensinya oleh Imam Besar Indomie.
Keberadaan Sekte Sesat tersebut pun tidak dianggap legal oleh MUI (Majelis
Ulama Indomie). Mereka dicap sesat oleh sebab, setiap memakan Indomie mereka
selalu mencampurnya dengan nasi.!!! Ibarat sekedar makan Indomie saja tidak cukup
untuk penganut golongan ini. Mereka tidak puas dan merasa perlu ditambahi pihak
lain berupa nasi yang sama-sama karbohidrat. Menambahkan nasi ketika menikmati
Indomie adalah bentuk penistaan hakiki. Oleh karena itulah mereka dicap sesat.
Apakah
penjabaran tentang sekte-sekte Indomie di atas sudah terasa familiar di pikiran kalian?
Ya benar. Jika kita lihat ke dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia
nampaknya pun sama saja. Bahwa ada kalangan beragama yang betul-betul
mengamalkan ajaran yang konservatif, tidak dicampuri apapun. Mungkin sedikit banyak
mirip dengan orang-orang salaf kalau dalam agama Islam. Ada juga orang
yang ketika beragama dia telan mentah-mentah apa yang dia dapatkan. Contoh Saat
mendapatkan hadis “Sampaikanlah walau satu ayat..!” Maka sebagai follow
up mereka saat menonton youtube dan ustadz nya menyampaikan ayat Wa laa
taqrobuzzinaa maka golongan ini akan langsung mendekati semua temannya lalu
membisikkan kata sakti, “ini sih aku Cuma ngingetin ya, pacaran itu haram
lho. Nanti masuk neraka…” Dan lain sebagainya.
Lalu ada pula
yang progresif dalam beragama. Bergaul dengan semua pemeluk agama-agama
lainnya, tidak meninggalkan akar budaya setempat saat berdakwah, merangkul
semua jenis metode penggalian hukum-hukum dan lain sebagainya. Dan yang
terakhir adalah sesat. Saya kira dalam semua agama masing-masing memiliki satu atau
bahkan beberapa aliran yang disepakati kesesatannya. Namun sayangnya, dalam
masa-masa sekarang definisi kesesatan beragama menjadi sangat bias. Dalam
agamaku, Islam, aku mempercayai bahwa sesat itu saat seseorang melenceng dari
ibadah-ibadah yang Mahdhoh. Contoh, membaca syahadatnya sudah tidak lagi
hanya Allah dan Muhammad, namun ditambahi dzat atau makhluk yang lainnya. Bisa
juga sesat saat tata cara shalatnya berbeda dengan yang sudah disunnahkan Nabi
dan para Sahabatnya, bisa jadi shalat Maghrib dibilang hanya 1 rakaat atau
shalat fardhu sehari hanya 1 kali dan hal-hal yang melenceng lainnya maka
barulah menurut saya boleh dibilang sesat.
Sayangnya, dinamika
atau kegaduhan politik saat ini di Indonesia ikut-ikutan memperkeruh semangat
keberagamaan dan keberagaman. Apapun yang berkaitan dengan agama akan selalu
berujung keruh dan gaduh. Mengutip salah satu quote terkenal yang disampaikan
oleh (silakan cari sendiri wkwk), bunyinya kira-kira begini, “Orang Indonesia
itu suka sekali bertikai. Berbeda agama bertikai. Sama agamanya bertikai oleh
sebab beda imam. Sama Imam tetap bertikai oleh sebab beda penafsiran.” Nah,
yang lebih lucu lagi tahun 2018 ini. Dimana level ketaqwaan manusia secara
ajaib bisa diukur lewat pilihan calon presidennya. Dimana seseorang bisa masuk
surga katanya kalau pilih *sebut nama* jadi presiden. Kan lucu ya? Lucu,
tapi ya bukan tertawa lepas yang aku lakukan, justru ketawa miris.
Istilah mabok
agama pun mulai viral dalam kalangan para manusia Indonesia. Dalam
artian, orang-orang tersebut kenapa demen banget ya menyangkutkan hal yang
sedang happening dengan agama dan atau disangkutpautkan pada pilihan
calon presidennya. Contoh, ada musibah pesawat jatuh katanya karena manusia
gaya-gayaan mau menandingi kuasa Tuhan karena kodrat manusia ada di tanah. Ada
musibah gempa bumi dan tsunami malah dibilang karena Allah murka sebab ngga
ganti-ganti presiden.
Terkadang aku
berpikir keras kenapa manusia-manusia Indonesia bisa menjadi seperti ini. Dan
pada akhirnya aku mendapatkan jawabannya…. “Mungkin karena orang-orang itu
tidak pernah makan Indomie rasa Ayam Bawang makanya ngga bisa santai.” Gumamku.
Intine mung siji yaa, Kang "makanlah Indomie ayam bawang"
BalasHapusOrang kalo suka makan Indomie suatu saat nanti akan menjadi Hokage
Hapus