Rabu, 21 November 2018

Indomie, Agama & Politik



Sepertinya hampir semua orang setuju bahwa Indomie adalah makanan rakyat. Terutama manusia-manusia yang pernah menjalani fase hidup nge kos atau ngontrak, Indomie adalah sahabat sejati yang tetap ada di masa sulit. Dalam tulisan come back saya setelah lama vakum menulis ini, saya ingin sedikit mengeluarkan isi pikiran tentang Indomie, Agama dan Politik, 
Jadi begini, menurut sumber yang dapat dipercaya, (Saya dapat dari Twitter tapi lupa akun apa yang memposting maaf ya hehe) penikmat Indomie itu terbagi ke dalam 4 golongan alias sekte. Yang pertama adalah Golongan Konservatif. Penganut golongan ini mempercayai bahwa cara menikmati Indomie terbaik adalah dengan cara memasaknya lalu tanpa menambahi tambahan apapun. Golongan kedua adalah golongan penikmat Indomie Progresif. Penganutnya mempercayai bahwa cara terbaik menikmati Indomie adalah dengan cara menambahkan  ke dalamnya macam-macam sayuran seperti sawi, kol atau tomat. Menambahkan telur rebus atau rawit ke dalamnya pun adalah cara paling enak untuk menikmati Indomie.
.

Sekte ketiga dalam tatanan penikmat Indomie adalah sekte Radikal. Penganut kepercayaan ini mengimani bahwa Indomie haruslah dimakan mentah-mentah, tidak perlu direbus, tidak perlu ditempatkan pada mangkok atau piring. Buka bungkusnya, taburkan bumbu-bumbu, remas-remas lalu kocok-kocok langsung deh dimakan. Lalu golongan yang terakhir adalah golongan Sesat. Golongan ini adalah golongan yang tidak pernah direstui eksistensinya oleh Imam Besar Indomie. Keberadaan Sekte Sesat tersebut pun tidak dianggap legal oleh MUI (Majelis Ulama Indomie). Mereka dicap sesat oleh sebab, setiap memakan Indomie mereka selalu mencampurnya dengan nasi.!!! Ibarat sekedar makan Indomie saja tidak cukup untuk penganut golongan ini. Mereka tidak puas dan merasa perlu ditambahi pihak lain berupa nasi yang sama-sama karbohidrat. Menambahkan nasi ketika menikmati Indomie adalah bentuk penistaan hakiki. Oleh karena itulah mereka dicap sesat.
Apakah penjabaran tentang sekte-sekte Indomie di atas sudah terasa familiar di pikiran kalian? Ya benar. Jika kita lihat ke dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia nampaknya pun sama saja. Bahwa ada kalangan beragama yang betul-betul mengamalkan ajaran yang konservatif, tidak dicampuri apapun. Mungkin sedikit banyak mirip dengan orang-orang salaf kalau dalam agama Islam. Ada juga orang yang ketika beragama dia telan mentah-mentah apa yang dia dapatkan. Contoh Saat mendapatkan hadis “Sampaikanlah walau satu ayat..!” Maka sebagai follow up mereka saat menonton youtube dan ustadz nya menyampaikan ayat Wa laa taqrobuzzinaa maka golongan ini akan langsung mendekati semua temannya lalu membisikkan kata sakti, “ini sih aku Cuma ngingetin ya, pacaran itu haram lho. Nanti masuk neraka…” Dan lain sebagainya.
Lalu ada pula yang progresif dalam beragama. Bergaul dengan semua pemeluk agama-agama lainnya, tidak meninggalkan akar budaya setempat saat berdakwah, merangkul semua jenis metode penggalian hukum-hukum dan lain sebagainya. Dan yang terakhir adalah sesat. Saya kira dalam semua agama masing-masing memiliki satu atau bahkan beberapa aliran yang disepakati kesesatannya. Namun sayangnya, dalam masa-masa sekarang definisi kesesatan beragama menjadi sangat bias. Dalam agamaku, Islam, aku mempercayai bahwa sesat itu saat seseorang melenceng dari ibadah-ibadah yang Mahdhoh. Contoh, membaca syahadatnya sudah tidak lagi hanya Allah dan Muhammad, namun ditambahi dzat atau makhluk yang lainnya. Bisa juga sesat saat tata cara shalatnya berbeda dengan yang sudah disunnahkan Nabi dan para Sahabatnya, bisa jadi shalat Maghrib dibilang hanya 1 rakaat atau shalat fardhu sehari hanya 1 kali dan hal-hal yang melenceng lainnya maka barulah menurut saya boleh dibilang sesat.
Sayangnya, dinamika atau kegaduhan politik saat ini di Indonesia ikut-ikutan memperkeruh semangat keberagamaan dan keberagaman. Apapun yang berkaitan dengan agama akan selalu berujung keruh dan gaduh. Mengutip salah satu quote terkenal yang disampaikan oleh (silakan cari sendiri wkwk), bunyinya kira-kira begini, “Orang Indonesia itu suka sekali bertikai. Berbeda agama bertikai. Sama agamanya bertikai oleh sebab beda imam. Sama Imam tetap bertikai oleh sebab beda penafsiran.” Nah, yang lebih lucu lagi tahun 2018 ini. Dimana level ketaqwaan manusia secara ajaib bisa diukur lewat pilihan calon presidennya. Dimana seseorang bisa masuk surga katanya kalau pilih *sebut nama* jadi presiden. Kan lucu ya? Lucu, tapi ya bukan tertawa lepas yang aku lakukan, justru ketawa miris.
Istilah mabok agama pun mulai viral dalam kalangan para manusia Indonesia. Dalam artian, orang-orang tersebut kenapa demen banget ya menyangkutkan hal yang sedang happening dengan agama dan atau disangkutpautkan pada pilihan calon presidennya. Contoh, ada musibah pesawat jatuh katanya karena manusia gaya-gayaan mau menandingi kuasa Tuhan karena kodrat manusia ada di tanah. Ada musibah gempa bumi dan tsunami malah dibilang karena Allah murka sebab ngga ganti-ganti presiden.
Terkadang aku berpikir keras kenapa manusia-manusia Indonesia bisa menjadi seperti ini. Dan pada akhirnya aku mendapatkan jawabannya…. “Mungkin karena orang-orang itu tidak pernah makan Indomie rasa Ayam Bawang makanya ngga bisa santai.” Gumamku.


2 komentar:

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D