Sabtu, 19 September 2015

ANDINI (part 4): Bagaimana Hubungan Ini Berjalan

MELAMUN

         Dalam menjalin hubungan, baik aku maupun Dini benar-benar bisa menutup rapat dari siapapun. Hemmm, sampai akhirnya Laila (adiknya Dini) paham sendiri sih, ngga tahu paham sendiri atau dikasih tahu Dini. Banyak teman-temanku baru tahu kalo aku “pacaran” sama Dini setelah pada lulus kuliah. Kecuali Zianur, Tari dan Khasanah yang akhirnya dengan terpaksa aku ceritain apa adanya. Daripada ribut tersebar luas kemana-mana dengan versi mereka sendiri. Mereka bertigapun tahu itu semua ketika sudah semester 7.
          Dengan pacarannya aku sama Dini, berarti secara otomatis pula aku semakin jauh dari teman dekatku, Zianur. Benar-benar jauh. Karena Dini sudah benar-benar takes over segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan. Kita jadi selalu berdua ketika makan di kantin, nonton film di bioskop berdua (sempat bertiga sih sama Laila), ngerjain makalah berdua (meskipun sebenarnya aku Hanya ngerusuhi) sampai lebih seringnya kita menghabiskan waktu hanya untuk sekedar ngobrol. Lebih sering lagi kita pergi berdua untuk sekedar membunuh waktu.   

          Pada tahap ini, Dini mulai benar-benar aku anggap sebagai kekasih. Dia makan dengan sendok yang sama denganku, minum dari gelas yang sama denganku. Dia tidak malu lagi menangis di depanku. Dia dengan mudahnya menaruh kepalanya di pundakku ketika sedang berdua. Dia yang ngga malu menyuapi aku puding di taman kampus meskipun sedang ada banyak mahasiswa tengah berkumpul.
Aku menikmati posisiku, meskipun aku harus selalu “sadar diri” dan mulai sering bertanya-tanya, apakah benar Dini juga cinta aku? Pertanyaan yang sampai sekarang masih sering aku pertanyakan. Kenapa aku bisa bertanya-tanya seperti itu? Karena dia sudah mempunyai Aku dan (tentu saja) Qubil, tapi dia masih suka galau karena Anto dan pacarnya sebelum Qubil yaitu Sulis. Ketika dia cerita tentang Qubil saja aku pengen marah, coba bayangkan gimana perasaanku ketika harus dengar dia cerita tentang Anto? Tapi saat itu aku hanya menanggapinya secara santai. Aku juga sudah terbiasa menahan api cemburu setiap Qubil telfon dan posisi kita sedang berduaan.
“sssttt....jangan ngomong dulu ya, Qubil telfon....” hahaha, ya, khas sekali.
          Jujur, Aku selalu menikmati waktu-waktu berbincang dengan Dini, entah via telfon, sms-sms yang aku simpan ataupun bertemu langsung. Aku selalu menikmati genggaman tangannya, menikmati sikapnya yang manja. Menikmati setiap pelukannya. Lebih dari itu semua, aku nyaman berada dekat dia dan diapun pernah mengucapkan kata-kata yang bikin aku selalu berharap kalo aku akan jadi one of a kind, “Aku lebih nyaman ketika bareng kamu daripada ketika bareng Qubil.” Entah benar atau tidak, kata Dini, ketika lagi jalan sama Qubil mereka selalu bertengkar hanya gara-gara masalah sepele. Entah sadar atau tidak dia berkata nyaman, secara setiap dia pergi bareng aku, tangannya tidak pernah lepas menggenggam hape.
***
          Suatu sore pada bulan puasa, Dini main ke tempatku. Sore yang menjadi salah satu waktu yang tidak aku senangi. Dia waktu itu benar-benar tidak menganggap dan tidak menghargai aku ... hemmm entah dia anggap aku apa, dia berturut-turut cerita Qubil lalu cerita Anto !! yang buat aku kesel, Dini cerita bukan cerita biasa. Tapi kegalauannya tentang dua cowok itu. Nah, sore itu di selasar masjid al-Ikhlas terjadilah percakapan ini. Sebuah percakapan yang berujung pada jauh-jauhan edisi kedua;

          “Aku boleh ngomong sesuatu ngga?” kataku.
          “apa?”
          “tapi kamu harus siap, soalnya aku mau ngomong hal yang menyakitkan.”
          “Iya ngomong aja ngga papa...” kata dia. Aku tatap wajahnya dalam-dalam..
          “kamu itu,,, seperti nggak mau rugi.”
          “ngga mau rugi gimana?” tanya Dini
“ya, kamu sama aku, pacaran sama Qubil juga. Tapi kamu ngga mau melepaskan Anto gitu aja. Itu kan artinya kamu ngga mau rugi, kamu seperti mau semuanya. Belum lagi mas mantanmu yang satu itu.”
Dini hanya diam. Dulu aku memang ngga tahu siapa nama mantannya itu. Dia Hanya selalu bilang mas mantan. Aku baru tahu namanya Sulis kemarin. Kembali ke sore itu. Aku antar dia nunggu bis Damri. Setelah dia naik bis, hape ku bergetar. Sms dari dia;
          “JLEBBBBBB.” Mungkin maksudnya, kata-kataku tadi menusuk. Jleb rasanya gitu.
          Ada 4 kali kita jadi jauhan dan semuanya terjadi ketika liburan semester. Intinya, setiap liburan semester Dini pasti ngejauhin aku dengan segala alasannya. Pernah suatu saat dia curhat perihal mamahnya yang ngga suka dia akrab sama aku. Alasannya, mamah ngga suka anak perempuannya yang sudah punya pacar jalan sama cowok lain. Mamah ngga enak sama tetangga katanya. Tidak berhenti sampai situ, dia tambahi,
“Baru lihat kita pergi berdua aja mamah udah begitu. Gimana kalo mamah tahu yang sebenarnya terjadi. Gimana kalo mamah tahu apa yang sering kita lakukan selama ini? Aku merasa berdosa sama mamah.”
Oke, aku turuti, hasilnya kita jauhan lagi. Tapi, ketika kuliah kembali berangkat. Kita kembali bertemu di kampus, kita kembali jadi akrab. Pernah juga dia pake alasan Qubil tahu hubungannya sama aku. Kata Dini, si Qubil punya mata-mata di kampus. Waktu itu juga aku turuti, kita jauhan.
          Hubunganku sama Dini memang begitu. Akrab, jauhan, akrab, jauhan. Sampai sekarang, Jalan gitu aja. Kadang menyenangkan, kadang hambar dan seringnya...... menyakitkan.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D