Assalamualaikum teman-teman semuanya.....
Menemukan semangat yang
tertanam dalam diri sendiri itu ternyata lebih susah daripada membantu orang
lain untuk menemukan semangatnya. Seenggaknya itu yang berlaku untuk diriku. Banyak
teman-teman yang meminta bantuanku untuk kembali bersemangat dan berhasil. Sedangkan
aku nggak pernah berhasil dalam menyemangati diri sendiri, padahal katanya
motivasi terbesar adalah yang datangnya dari semangat diri sendiri. Sayangnya aku
nggak begitu, semangatku justru datang dari luar diri. Ketika bergantung pada
usaha diri sendiri, bukannya berhasil malah semakin berkubang dalam lumpur
kemalasan.
Tapi
untuk yang satu ini aku singkirkan dulu pagar kemalasan yang menjerat tanganku
untuk menulis. Karena apa yang akan aku tuliskan ini adalah sesuatu yang
teramat penting. Tangan ini sudah teramat gatal untuk menyampaikannya dalam
bentuk tulisan.
Selama
bertahun-tahun saya mendengarkan puluhan penceramah menyampaikan ceramahnya,
akhirnya saya menemukan sesuatu yang menarik untuk diperhatikan. Apa itu? Yakni
seseorang yang berceramah itu seringnya menyampaikan apa yang sebenarnya dia
sendiri tidak mengerjakan atau seenggaknya jarang untuk mengamalkannya. Saya ambil
sampel, ada kyai A yang selalu (iya selalu) berceramah tentang infaq, shodaqoh
dan macamnya. Beliau sampaikan tentang kebaikan-kebaikannya, menyampaikan
dorongan-dorongan untuk bershodaqoh. Tapi beliau sendiri jarang bershodaqoh,
jarang infaq. Intensitas bershodaqohnya sangat kalah jauh dari orang yang diam
dan tidak pernah mengumbar janji-janji kebaikan shodaqoh. Harusnya, beliau
berdiri di depan sebagai contoh bagi jamaah-jamaah agar senantiasa bershodaqoh.
Iya kan?
Ada lagi kyai B, beliau selalu
berceramah tentang hak-hak bertetangga. Beliau sampaikan kewajiban-kewajiban
yang harus kita lakukan terhadap tetangga dan macamnya. Tapi beliau sendiri
bersalaman tangan dengan tetangga satu temboknya saja enggan. Kemarin saya juga
menemukan seorang khotib yang berkhutbah untuk saling menghormati, tidak
menyolot ketika sedang berbicara. Tahukah kalian? Orang itu sendiri demen
banget sama yang namanya ngotot kalo lawan bicaranya tidak sepemahaman dengannya.
Aneh?
Memang. Mereka yang berdiri sebagai penceramah maupun khotib di masjid-masjid,
mushola, majelis taklim, seolah menjadikan dirinya sendiri sebagai bahan
ceramah, tapi mereka tidak merasa kalau mereka dalam kenyataanya bertentangan
dengan apa yang disampaikan. Mereka seperti tahu diri, tapi sebenarnya nggak
tahu diri. Inilah yang sebenarnya membuat saya prihatin, Imam-imam, kyai-kyai,
ustadz-ustadz sudah sedikit sekali dari mereka yang bisa dijadikan percontohan
bagi umat. Karena bagaimanapun, umat jaman sekarang sudah pintar, mereka bisa
melihat apakah yang berceramah itu melakukan apa yang dia sampaikan atau tidak.
Kaitannya
dengan hal itu, saya jadi teringat ucapan salah seorang tetangga “kalau mau
ceramah, topiknya nggak usah yang muluk-muluk, ceramahnya yang mudah saja, yang
sekiranya bisa selalu kamu amalkan setiap hari.”
Semoga bermanfaat,
Wassalamualaikum.... J
nyidnir sopo kie....???
BalasHapus