Senin, 05 Januari 2015

Kegalauan Terakhir

Kartun Cinta *unsource
Akhir-akhir ini aku rasa hubunganku denganmu semakin menjauh saja. Tak ada lagi keromantisan-keromantisan yang terasa seperti saat awal hubungan kita dulu. Jenuh, kemungkinan sebab itu hubungan ini menjadi terasa hambar, tidak menarik dan begitu-begitu saja. Di awal jalinan hubungan, kita begitu nyambung dalam segala hal. Kita mampu bertahan berjam-jam hanya untuk membicarakan hal yang sangat dan teramat tidak penting. Kita bisa bertahan menertawakan hal yang sebenarnya adalah lucu hanya untuk kita berdua. Nyambung, ya... kita tetap nyambung dengan ketidakjelasan obrolan kita. Tapi sekarang, aku harus mengulangi berkali-kali hanya untuk menyampaikan satu kalimat saja. Berbicara denganmu sudah tidak lagi menjadi sebuah hiburan bagiku, karena rasanya lelah untuk terus mengulangi kalimat yang sama. Kamu sudah tidak bisa mengingat kata-kataku lagi seperti saat dulu kamu begitu mudahnya mengingat kalimat per kalimat yang keluar dari mulutku..


Perasaan lelah ini selalu muncul setiap kali aku pergi berdua denganmu. Apakah hubungan aneh ini harus terus dipertahankan atau harus kita bunuh saja? supaya tidak berkembang menjadi lebih aneh lagi. Aku juga sudah lelah untuk mencari sebuah inovasi dalam menjalin hubungan ini karena semua cara itu sudah basi di matamu. Hubungan, sebentar sebentar, apakah aku berhubungan denganmu? Bukankah kita bertahan bertahun lamanya hanya untuk hubungan tanpa nama? Sebenarnya aku ini apa untukmu. Apa namaku bagimu ? kekasih? Pacar? Teman baik? Atau apa aku pun tak tahu. Tiga tahun bagiku adalah waktu yang sangat lama kamu mendiamkan kalimat I Love You ku.

Kamu dan Rumahmu *dok pribadi

Perasaan lelah ini bertambah kuat semakin dengan tidak tegasnya kamu terhadap dirimu sendiri. Benarkah kamu sayang aku, atau aku hanya pelarianmu saja? Kamu jujur waktu itu, bilang kamu pun tidak tahu. Sehari berikutnya kamu jujur, kamu tidak mencintaiku tapi kamu sayang aku. Aku putuskan untuk pergi, kamu menerima. Tapi, kenapa kamu kembali lagi? Pola seperti ini berulang dan terus berulang. Kamu pergi, datang, pergi lagi. Sebenarnya aku ini apa untukmu? Pergi ketika bosan, pulang setelah bosan dengan kebosananmu. Bukankah aku sudah seperti rumah? Bukankah kekasih yang terbaik adalah kekasih yang seperti rumah bagi penghuninya?

Aku selalu berpikir ketika kamu pergi, hanyalah sekedar untuk bermain-main. Ketika kamu lelah setelah bermain, maka kamu akan pulang kepadaku, rumahmu. Tapi, selalu waktu kepergianmu jauh lebih lama ketimbang waktu kepulanganmu. Kenapa tidak pulang saja lalu tidak pergi-pergi lagi wahai penghuniku? I suggest youto listen Hamburg Song from Keane atau kamu bisa membaca bukunya Raditya Dika yang Manusia Setengah Salmon. Dua hal itu berguna bagimu untuk memahami kaitan rumah dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MINTA KOMENTARNYA, GAN :D