gambar ambil dari sini |
Baterai hapeku
sudah menunjukkan warna merah, maklum belum sempat di-charge. Ku palingkan pandangan ke sekeliling taman. Tampak sebuah
bangku kosong di bawah pohon yang rindang melambaikan tangannya kepadaku,
menginginkan aku untuk duduk diatasnya. Okelah.
Sejenak mengusir penat di bangku ini, kursi penuh coretan para Vandalis. Tentu,
kata yang paling mendominasi adalah yang berhubungan dengan Bonek. Tidak aneh
karena ini adalah daerah mereka sendiri, Surabaya.
Ada juga tulisan yang sedikit mengusik rasa ingin tahuku,”Benar salah Kapten Bhirawa
idolaku!” siapa itu Kapten Bhirawa?
“Kapten Bhirawa itu tokoh idola masyarakat
sekitar sini” hemm, seorang wanita menjawab tanpa aku bertanya.
Darimana dia tahu kalau akalku sedang menanyakannya. Wanita itu lalu meminta
ijinku untuk duduk di bangku yang sama denganku. “Heran ya? Kenapa aku bisa tahu apa yang kamu pikirkan?” dia terus
saja membuatku terpojok, membuatku membenarkan apa yang dia katakan. Semenit kemudian
dia mulai melanjutkan apa yang dia ketahui tentang Kapten Bhirawa itu. Mengagung-agungkan
sosok dan segalanya tentang sang kapten. Tanpa disadari aku menikmatinya, aku
menikmati alur cerita dari wanita yang bahkan belum aku ketahui namanya. Mungkin
aku mulai menyukai karakter wanita ini.
Sudah hampir
satu jam aku mendengarkan ocehan wanita ini tentang kapten Bhirawa, sungguh dia
adalah wanita yang riang dengan wajah menyenangkan. Sering melempar tawa dan
cara bicaranya asyik sekali. Dan, hey, bahkan dia mampu membuatku
mendengarkannya bicara tanpa berkenalan terlebih dahulu. Saat hati ini hendak
bertanya ingin mengetahui namanya, aku lihat ada seorang perempuan separuh baya
datang menjemputnya. Ah, mungkin
teman atau kakaknya. Wanita tanpa nama ini pun beranjak, tapi sebelum itu dia
menyerahkan secarik kertas putih kepadaku. Aku terus saja memperhatikan hingga
mereka berdua memasuki sebuah mobil Van putih. Mobil itu perlahan berjalan
hingga body belakang mobil itu secara jelas menunjukkan tulisan berwarna hijau “Rumah
Sakit Jiwa Menur Surabaya!!!!” mulut ini ternganga. Segera aku berbalik ke
bangku tadi meraih ranselku. Dan aku sempatkan untuk melihat kertas putih yang
dia berikan tadi, “Teruntuk Kaptenku Bhirawa Nun jauh di sana”
Aku sempatkan
untuk membaca apa yang tertulis di kertas itu. Ternyata, ini adalah sebuah surat cinta yang tak pernah
tersampaikan dari wanita tanpa nama tadi untuk seorang Kapten Bhirawa yang hanya
ada dalam hayalannya saja dan tak pernah ada.
apik apik apik...
BalasHapusSuwun suwun suwun
Hapushuwaaa, kasian ternyata hanya khayalan aja >.<
BalasHapusiya aku juga ngrasa kasian mba :(
Hapusmakasih udah mampir hehehe
Kadang ada ya, yang mencintai orang dalam khayalan...
BalasHapusSalam
Astin
mencintai sosok ideal yg nggak pernah ada
Hapus^_^
terimakasih udah mampir :))
Ya ampun... sakit jiwa toh... :)
BalasHapusitu orang yg sakit jiwa tapi kecerdasannya gak ilang ... :D
Hapusiya Pakdhe Cholik siapp ^_^
BalasHapus