Geli banget
saya pas baca sebuah berita di koran. Judul berita itu adalah, Ulama Tidur, generasi muda rusak atau
gimana saya agak lupa kata terakhirnya. Dalam berita itu dibahas tentang
fenomena hotpants. Pada tahu kan apa
itu hotpants ? ya, celana super
pendek yang dipakai wanita untuk menunjukkan kesan seksi. Tujuan wanita-wanita
itu pada memakai hotpants adalah
untuk menunjukkan pahanya yang mulus, dan menunjukkan kesan kaki yang panjang
dengan dipadukan dengan sepatu ber-hak. Bahasa kasar dari hotpants adalah “cancut modern”. Hotpants,
sudah jamak pemakaiannya di berbagai kalangan, mulai anak SD sampai
tante-tante. Dimanapun bisa kita “tonton” atau “nikmati” pemakai celana jenis
ini, entah itu di mall atau pasar. Kalau di wc umum saya belum pernah lihat.
Kembali ke berita tadi, ada
banyak hal yang membuat saya geli, terkait fisik berita itu pun tentang isi
dari berita itu.Dalam ulasannya, berita itu memuat komentar-komentar yang
diambil dari blog dan disampaikan oleh ibu-ibu !!! Maaf, bukan bermaksud
gimana-gimana, tapi apa gunanya memuat komentar orang sakit hati atau juga iri karena
pada zamannya dulu belum dikenal celana hotpants
? Ibu tersebut berkomentar negatif tentang hotpants karena dia sendiri tidak punya kesempatan untuk
memakainya. Istilah jawanya getun. Ada
juga komentar begini, “kalau pahanya mulus sih
bagus, lha gimana yang pahanya ada bekas cacar atau bekas luka, kan jelek” yaAllaaaah, ini mah ketahuan
banget anak itu mengkritisi hotpants karena
dia sendiri di pahanya ada “sesuatu”. Apa yang bisa dicerna dari sini ?
diambilnya komentar-komentar dari barisan sakit hati hanya akan menghasilkan
opini yang ambigu, palsu dan munafik. Karena sejatinya mereka pun ingin ! (mungkin mereka juga beli tapi dipakainya kalau
mau tidur doank, trus foto-foto narsis sendiri, tanpa mau dipamerkan diluar
karena malu). Lagian, itu penulis ketahuan banget tidak ijin mengambil
komentar itu dari blog. Buktinya dia tidak mencantumkan alamat atau nama
blognya. (kalau saya dikayak gituin, saya
bakal marah besar lho).
Lalu, kegelian lainnya
adalah peran ulama yang menjadi title hanya
disebutkan sebaris saja diakhir berita. Kurang lebih tulisannya begini “untuk
itulah diperlukan peran lebih dari para ulama untuk menyelamatkan generasi muda”
titik !!! hahahahaha. Kasihan sekali
kata ulama itu, padahal dipakai untuk judul tapi hanya disebutkan sekali dalam
isi berita. Sebagai perbandingan kecil, berita tentang sepatu pemain Real
Madrid yang dicuri, dengan judul “Sepatu
pemain Madrid dicuri” dalam berita yang hanya berjumlah tiga paragraf itu,
kata sepatu disebutkan tiga kali. Itu tandanya si penulis menghormati dan
menghargai kata yang dia sendiri jadikan judul, tidak seperti penulis ulama
yang malah menyebutkan kata hotpants lebih
banyak dari kata ulama. Sepele ? memang, tapi apa kalian pernah memikirkan hal
ini ? hehehehe.
Hha. Lucu daadaja !
BalasHapushehehehehehehehehe thanks Trica........... :p
Hapus